Gratifikasi secara umum diartikan sebagai pemberian sesuatu dari pihak lain yang dilakukan kepada penyelenggara Negara di mana pemberian tersebut berhubungan dengan tugasnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik
Program anti gratifikasi juga dicanangkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui Reformasi Birokrasi yang harus diikuti pula oleh Badan-badan Peradilan di bawahnya. Hal ini sebagaimana terdapat dalam Dalam Road Map Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung RI Tahun 2015-2019, dalam bidang Penguatan Pengawasan, salah satu hal yang telah dicapai, di antaranya yaitu adanya kebijakan dalam penanganan gratifikasi dan public campaign anti gratifikasi yang dilakukan secara berkala. Dalam Road Map tersebut, dinyatakan bahwa kebijakan dalam penanganan gratifikasi, di antaranya termuat dalam:
1) SK Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : 138A/KMA/SK/VIII/2014 tentang Pembentukan Unit Pengendali Gratifikasi Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan dibawahnya.
2) Peraturan Sekma Nomor: 3 Tahun 2014 tentang Penanganan Gratifikasi di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan dibawahnya.
3) Peraturan Sekma Nomor: 01B Tahun 2014 tentang Unit Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Mahkamah Agung RI.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Pengadilan Agama Situbondo telah menerapkan kebijakan anti gratifikasi. Sebagai bentuk pencegahan atas dilakukannya penerimaan gratifikasi, Pengadilan Agama Situbondo telah menyelenggarakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan.