PA SITUBONDO HADIRI PELUNCURAN SCOPING STUDY SECARA DARING
Senin, 2 Desember 2024, Direktorat Badan Peradilan Mahkamah Agung Republik Indonesia menyelenggarakan acara Peluncuran Scoping Study Terkait Pemenuhan Nafkah Mantan Istri dan Anak Pasca Perceraian di Indonesia. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menindaklanjuti Surat Deputi Politik, Hukum, Hak Asasi Manusia, Pertahanan dan Keamanan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Nomor T-23038/Dt.7.3/PR.01.03/11/2024 yang terbit pada 18 November 2024. Acara ini bertujuan untuk menggali berbagai isu terkait pemenuhan nafkah mantan istri dan anak setelah perceraian, yang menjadi masalah penting di masyarakat. Ketua, Wakil Ketua, Hakim, Sekretaris, dan pegawai Pengadilan Agama Situbondo turut hadir menyaksikan acara tersebut di Media Center. Selain itu, kegiatan ini juga dihadiri oleh berbagai pihak yang berkompeten dalam bidang hukum dan peradilan agama.
Pembicara utama pada acara ini adalah RM Dewo Broto Joko P., S.H., LLM., Direktur Hukum & Regulasi Kementerian PPN/Bappenas, yang memberikan wawasan terkait regulasi dan kebijakan yang dapat mendukung pemenuhan nafkah pasca perceraian. "Scoping study ini bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan dan solusi dalam pemenuhan nafkah bagi mantan istri dan anak-anak yang terdampak perceraian," ujar Dewo Broto dalam pidatonya. Ia menekankan pentingnya keterlibatan berbagai pihak, baik pemerintah maupun lembaga peradilan, dalam mencari jalan keluar atas masalah ini. "Perlunya penguatan kebijakan serta penyesuaian sistem hukum agar lebih efektif dalam memenuhi hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian," tambahnya. Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa studi ini akan menjadi acuan dalam merancang kebijakan yang lebih baik untuk masa depan. Pembahasan ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi konkret bagi implementasi kebijakan terkait pemenuhan nafkah tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Dr. H. Candra Boy Seroza, S.Ag., M.Ag., memberikan pembinaan mengenai praktik baik penerapan perlindungan hak perempuan dan anak di lingkungan peradilan agama. Beliau menjelaskan pentingnya penguatan mekanisme peradilan agama dalam memastikan pemenuhan hak-hak nafkah bagi mantan istri dan anak-anak. "Peradilan agama harus bisa menjadi pelindung bagi hak-hak perempuan dan anak dalam setiap proses perceraian," kata beliau. Ia mengungkapkan bahwa Badilag, sebagai institusi pengadilan agama, memiliki komitmen untuk memperbaiki pelayanan kepada masyarakat, khususnya dalam penanganan kasus perceraian dan hak nafkah. Dalam pembinaannya, beliau juga menggarisbawahi perlunya peningkatan kapasitas hakim dalam memutuskan perkara dengan lebih memperhatikan kepentingan perempuan dan anak. "Ini adalah langkah konkret yang harus dilakukan agar keadilan dapat tercapai," tambahnya.
Dalam kegiatan ini, juga dibahas mengenai tantangan-tantangan yang sering dihadapi oleh mantan istri dan anak dalam hal pemenuhan nafkah pasca perceraian. Beberapa di antaranya adalah keterlambatan pembayaran nafkah, ketidakjelasan besaran nafkah, serta ketidakmampuan pihak mantan suami untuk memenuhi kewajiban tersebut. Pembicara-pembicara menyarankan agar dilakukan upaya-upaya penyuluhan kepada masyarakat mengenai kewajiban nafkah yang harus dipenuhi setelah perceraian. Harapannya, dengan adanya pemahaman yang lebih baik, masalah ini dapat teratasi dengan lebih efektif.