Perlindungan Anak di Wilayah 3T Jadi Fokus PA Situbondo dalam Rakornas KPAI
Rabu, 20 November 2024, Panitera dan tenaga teknis Pengadilan Agama Situbondo mengikuti presentasi tentang pengawasan hak anak di wilayah 3T dalam rapat koordinasi nasional KPAI yang berlangsung pada pukul 15.30 WIB. Acara ini disaksikan secara daring melalui zoom meeting yang diikuti di Media Center Pengadilan Agama Situbondo. Narasumber dalam rapat tersebut adalah Sylvana Maria, yang menyampaikan laporan mengenai pengawasan anak di daerah tertinggal. "Wilayah 3T, yaitu daerah tertinggal, terdepan, dan terluar, masih menghadapi banyak tantangan dalam memastikan hak-hak anak terlindungi dengan baik," ujar Sylvana dalam paparannya. Ia menjelaskan bahwa ada 32 kabupaten di Mauluk, NTT, Sulawesi, dan Sumatera yang termasuk dalam kategori daerah tertinggal menurut PP Nomor 63 tahun 2020. Selain itu, ada 10 kabupaten yang menjadi target pengawasan KPAI, seperti Jayapura, Maluku Tengah, Maybrat, dan Sumba Barat.
Sylvana melanjutkan, dalam pengawasan yang dilakukan oleh KPAI, ditemukan beberapa masalah yang sangat serius, seperti isolasi, diskoneksi, pengabaian, dan ketimpangan sistemik yang berdampak pada anak-anak di wilayah 3T. Dampak dari masalah tersebut tidak hanya terbatas pada keterbatasan akses, tetapi juga berkaitan dengan kondisi sosial dan ekonomi yang sangat memprihatinkan. Anak-anak yang hidup di daerah tertinggal sering kali terisolasi dari layanan dasar yang seharusnya mereka dapatkan. Selain itu, situasi khusus lainnya seperti penyandang disabilitas, anak yang terkena dampak konflik, bencana alam, sakit berat, atau terorisme, semakin memperburuk kerentanan anak-anak di wilayah 3T.
Dalam presentasinya, Sylvana juga mengungkapkan beberapa temuan terkait dampak dari ketimpangan sistemik yang terjadi di wilayah 3T. "Pemerintah daerah masih perlu memperkuat kebijakan dan strategi untuk memastikan hak-hak anak dapat dipenuhi dengan baik, terutama di daerah-daerah yang sangat terpencil," ungkapnya. Ia menekankan pentingnya integrasi prinsip hak anak dalam peraturan daerah dan perencanaan pembangunan daerah. "Setiap daerah harus memastikan bahwa kebijakan mereka mencakup pemenuhan hak-hak anak dengan cara yang adil dan merata," kata Sylvana. Ia juga menjelaskan bahwa meskipun ada berbagai kebijakan perlindungan anak, mekanisme pemantauan dan evaluasi (monev) di tingkat daerah masih lemah dan tidak efektif. "Tanpa monev yang kuat, sulit bagi pemerintah untuk mengetahui apakah kebijakan tersebut berjalan dengan baik atau tidak," tambahnya.
KPAI kemudian memberikan sejumlah rekomendasi untuk memperbaiki situasi ini, salah satunya adalah agar pemerintah daerah mengintegrasikan empat prinsip hak anak dalam Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) ke dalam strategi pembangunan daerah (strada) dan Perencanaan Pembangunan Daerah (PPDT). "Kami mendorong agar daerah-daerah di wilayah 3T lebih serius dalam mengintegrasikan hak-hak anak dalam kebijakan pembangunan mereka," ujar Sylvana. Ia juga mengingatkan agar pemerintah daerah memastikan mekanisme pemantauan dan evaluasi yang lebih baik untuk mengukur keberhasilan implementasi kebijakan perlindungan anak. "Pemantauan yang ketat akan memastikan bahwa anak-anak di daerah 3T mendapatkan perlindungan yang mereka butuhkan," kata Sylvana.