Pencegahan Perkawinan Anak Jadi Fokus Rapat KPAI, PA Situbondo Ikuti Secara Daring
Selasa, 19 November 2024, Ai Rahmayanti, Pengampu Klaster Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menyampaikan presentasi terkait Pengawasan Pencegahan Perkawinan Anak di Indonesia dalam rapat koordinasi nasional KPAI. Kegiatan ini dilaksanakan secara daring melalui zoom meeting dan diikuti oleh tenaga teknis Pengadilan Agama Situbondo yang menyaksikan presentasi tersebut di Ruang Media Center. Dalam pemaparannya, Ai Rahmayanti menjelaskan bahwa perkawinan anak telah menjadi isu nasional yang mendapat perhatian serius dari pemerintah, terutama setelah arahan langsung dari Presiden kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). "Pencegahan perkawinan anak adalah prioritas nasional yang perlu dilaksanakan secara terintegrasi oleh seluruh pihak," ujar Ai Rahmayanti. Fokus utama dari pengawasan KPAI adalah mengumpulkan data dan informasi terkait praktek perkawinan anak yang masih terjadi di berbagai daerah. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi kendala serta hambatan dalam implementasi kebijakan terkait dispensasi kawin usia anak.
Ai Rahmayanti juga mengungkapkan tujuan pengawasan KPAI yang sangat strategis, yakni untuk mengevaluasi penerapan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang memberikan ruang bagi dispensasi kawin pada usia anak. KPAI juga ingin memberikan masukan kepada pemerintah daerah terkait langkah-langkah pencegahan perkawinan anak, baik dalam bentuk kebijakan lokal maupun melalui program-program yang sudah berjalan. "Kami berharap, melalui data dan rekomendasi ini, dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi perkawinan anak di Indonesia," tambahnya. Dengan demikian, diharapkan upaya pencegahan perkawinan anak bisa dilakukan dengan lebih efektif dan terukur.
Selain membahas latar belakang pengawasan, Ai Rahmayanti juga memaparkan implementasi strategi nasional terkait pencegahan perkawinan anak yang melibatkan berbagai pihak, termasuk Pengadilan Agama, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), dan Kantor Urusan Agama (KUA). "Pencegahan perkawinan anak memerlukan kolaborasi antara lembaga-lembaga pemerintah dan masyarakat. Pengadilan Agama memiliki peran penting dalam proses dispensasi kawin dan harus memastikan bahwa keputusan yang diambil tidak merugikan anak," jelas Ai Rahmayanti. KPAI menekankan pentingnya kerja sama antara semua pihak untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perlindungan hak anak, termasuk dalam hal pendidikan dan kesehatan, agar perkawinan anak bisa dicegah sejak dini. "Dengan adanya kesadaran bersama, kita bisa mewujudkan Indonesia bebas dari perkawinan anak," ujarnya. Implementasi strategi ini juga mencakup penyuluhan kepada masyarakat mengenai dampak negatif dari perkawinan anak dan pentingnya melindungi hak-hak anak.
Selain itu, KPAI juga memberikan sejumlah rekomendasi penting yang bisa diterapkan oleh pemerintah, lembaga sosial, dan masyarakat untuk mencegah perkawinan anak. Salah satu rekomendasi utama adalah penguatan pemahaman masyarakat tentang bahaya perkawinan anak dengan melibatkan berbagai pihak seperti orang tua, anak, guru, tokoh agama, dan tokoh masyarakat. Selain itu, KPAI juga merekomendasikan agar layanan konsultasi dan penjangkauan bagi korban perkawinan anak tersedia secara luas. Dengan adanya dukungan ini, diharapkan korban perkawinan anak dapat memperoleh perlindungan dan penyelesaian yang baik. Rekomendasi lainnya adalah pentingnya melakukan kolaborasi antara pemerintah, organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, dan lembaga profesional yang peduli terhadap isu keluarga dan perkawinan anak. Ai Rahmayanti menegaskan, kolaborasi lintas sektor ini akan memberikan dampak yang lebih luas dan berkelanjutan dalam mengurangi angka perkawinan anak. KPAI percaya bahwa langkah-langkah tersebut akan meningkatkan perlindungan terhadap anak dan mencegah terjadinya perkawinan pada usia yang terlalu dini.